Sasmita Tegese: Pengertian, Contoh, dan Pentingnya dalam Komunikasi

Sasmita tegese dalam bahasa dan budaya Jawa, penggunaannya dalam sastra, serta peran pentingnya dalam komunikasi dan pendidikan adab.

Bahasa Jawa kaya akan ungkapan dan istilah yang mengandung makna mendalam. Salah satu konsep penting adalah tembung sasmita.

Istilah ini tidak hanya mencerminkan kekayaan bahasa, tetapi juga kedalaman budaya dan filosofi hidup masyarakat Jawa.

Sasmita Tegese

Secara etimologis, ‘sasmita’ dalam bahasa Jawa berarti isyarat, tanda, atau makna tersirat. Sedangkan ‘tegese’ berarti arti atau makna.

Dengan demikian, tembung sasmita dapat diartikan sebagai makna atau pesan yang tersembunyi di balik kata-kata atau ungkapan tertentu.

Konsep ini sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral, nasihat, atau filosofi hidup yang tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui simbolisme atau kiasan.

Peran Tembung Sasmita dalam Sastra Jawa

Dalam sastra Jawa, terutama dalam tembang dan serat (naskah kuno), ‘sasmita’ memainkan peran penting.

Para pujangga sering menggunakan bahasa simbolik untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran hidup.

Misalnya, dalam “Serat Wulangreh” karya Sri Sunan Pakubuwana IV, terdapat banyak ajaran yang disampaikan melalui simbolisme, yang mengandung ‘tembung sasmita’.

Penggunaan bahasa simbolik ini memungkinkan penyampaian pesan yang lebih mendalam dan reflektif, mendorong pembaca atau pendengar untuk merenungkan makna di balik kata-kata tersebut.

Contoh Tembung Sasmita dalam Ungkapan Jawa

Berikut beberapa contoh ungkapan dalam bahasa Jawa yang mengandung ‘sasmita tegese’:

  • Ana rembuga, ana rembuge:
    • Makna tersurat: Ada pembicaraan, ada solusinya.
    • Makna tersirat: Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya jika dibicarakan dengan baik.
  • Golek banyu ing kalen:
    • Makna tersurat: Mencari air di selokan.
    • Makna tersirat: Mencari sesuatu di tempat yang tidak semestinya atau sia-sia.
  • Kebo nyusu gudel:
    • Makna tersurat: Kerbau menyusu pada anaknya.
    • Makna tersirat: Orang tua yang bergantung pada anaknya, kebalikan dari yang semestinya.

Ungkapan-ungkapan di atas menunjukkan bagaimana ‘tembung sasmita’ digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat secara tidak langsung, sehingga lebih halus dan mendalam.

Pentingnya Memahami Tembung Sasmita dalam Komunikasi

Pemahaman terhadap ‘sasmita’ sangat penting dalam komunikasi antarpribadi di masyarakat Jawa.

Hal ini karena banyak pesan atau nasihat disampaikan secara implisit melalui ungkapan atau peribahasa yang mengandung makna tersirat. Dengan memahami ‘tembung sasmita’, seseorang dapat lebih peka terhadap pesan yang disampaikan dan meresponsnya dengan tepat.

Selain itu, pemahaman ini juga menunjukkan penghormatan terhadap budaya dan tradisi lokal, yang dapat memperkuat hubungan sosial dalam masyarakat.

Tembung Sasmita dalam Konteks Pendidikan Adab

Selain dalam bahasa dan sastra, konsep ‘sasmita’ juga berkaitan dengan tingkat pemahaman dan kepekaan seseorang terhadap situasi sosial, terutama dalam konteks pendidikan adab.

Misalnya, seorang bawahan yang memiliki ‘sasmita’ akan segera bertindak membersihkan lingkungan yang kotor setelah melihat ekspresi pimpinan yang menunjukkan ketidaknyamanan, tanpa harus diperintah secara langsung. 

Ini menunjukkan tingkat kepekaan dan pemahaman yang tinggi terhadap isyarat non-verbal, yang merupakan bagian penting dari etika dan adab dalam budaya Jawa.

Baca Juga 168 Jam Berapa Hari? Ketahui Konversinya dan Cara Mengelola Waktu Secara Efisien

Sasmita tegese adalah konsep yang mencerminkan kedalaman makna dalam bahasa dan budaya Jawa.

Penggunaan makna tersirat dalam komunikasi dan sastra menunjukkan kekayaan budaya serta cara halus masyarakat Jawa dalam menyampaikan pesan atau nasihat.

Memahami tembung sasmita tidak hanya memperkaya wawasan bahasa, tetapi juga meningkatkan kepekaan sosial dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Dengan menggali dan memahami konsep-konsep seperti tembung sasmita, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya lokal dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjaga kelestarian nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakat.

Artikel Terkait

Leave a Comment